Translate

Showing posts with label Sajak. Show all posts
Showing posts with label Sajak. Show all posts

Wednesday, March 15, 2017

Kata tak Bertuan


Kata tak Bertuan

Kedatangan dan kepergian saling bergegas
Menyalami rel waktu dalam hitungan serba cepat

apa yang ditunggu selain perintah dari pengeras suara?
Menghalaumu ke tujuan yang entah:
Melanjutkan perjalanan atau diam ditelan tuanya waktu.

Atau tetap duduk termangu mendengar nabi palsu mengeluarkan
Sabda yang entah berantah.

Sadarlah tuan biar tidak digilas oleh buasnya
Waktu dan buaian-buaian para dewa yang menelusup di telinga tuan.
Banyak mantra yang mereka telah tunaikan tapi kosong tak bermakna

Hanya diri tuan yang bisa tuan andalkan bukan dewa-dewa atau nabi-nabi palsu
Yang sering menjual buaian dari kampus ke kampus, dari warung kopi ke warung kopi.

Sadarlah tuan bahwa waktu tuan bukan untuk mendengar firman dan sabda-sabda
Mereka. Kini saatnya tuan mempersiapkan diri tuan . Biar tidak digilas oleh buasnya waktu
Yang saling menikam


Yogyakarta 16 Maret 2017



Tulisan ini terinspirasi dari obrolan orang-orang yang mau di sarjana. Sesekali dia mengeryitkan dahinya. Menandakan ketidak siapannya tuk jadi sarjana. Mereka melihat semakin banyak sarjana semakin banyak pula  pengangguran. Dia benar-benar kalut tuk menyandang gelar sarjana
Selanjutnya

Tuesday, March 14, 2017

Serpihan


Serpihan

Ratapankah atau wajahmu tak lagi bulan, kaca
yang kau pantulkan ke muka sungai
terasa samar memantul bayang-banyang semu, begitu riak terasa retak

Meneropong jejakmu terasa kenangan kian padam.
Riuh hujan dan halilintar memperkelam malam yang memang suram

Adakah mantra masih terselip di batas dermaga
Setelah malam berhuyung-huyung meniupkan hujan.

Adakah rasa yang masih kau kenang bersama riuh hujan?.
Setelah sekian lama dia menggilas, menghapus jejakmu dari peraduan
Dan pertapaan moksaku?

Selanjutnya

Letupan Waktu


Di hadapan dinding waktu,
Aku melewati lorong-lorong sunyi.
Semua telah mengelupas, melucuti luka.
Langkah hilang, masam, karam. Jadi hiasan
museum gelap dan lembap.

Mata merah ini adalah magma kemarahanku.
Memgalir deras membasahi gunung-gunung
Mengeluarkan larva kematian, siap membakar
Jiwa yang menyentuhku.

Setiap letupan akan melibas menggilas
Setiap detik kehidupan. Seperti langit merah yang
memancar cahaya menyala

Waktu terus merajam menerkam dengan begitu buasnya,
Sejenak aku bertanya waktu apa ini?.

Namun tak satu orangpun yang bisa memecah teka-teki itu.
Sehingga mereka luluh lantah tanpa sedikitpun yang tersisa
Baik kenangan maupun mimpi

Yogyakarta 15 Maret 2017
Selanjutnya

Wednesday, February 1, 2017

Lelap

Lelap

Lelaplah malam lelaplah bunga-bunga Mimpi yang terus melambung menjulang tinggi.

Ingatlah bahwa di bawah alam sadarmu. Masih banyak yang lebih tinggi dari mimpimu. Libih lihai bermain dan menari di singgasna.

Saat kamu rapal bait-bait mimpimu disana ada segudang harapan juga segudang luka yang siap membuatmu tersenyum atau bahkan mengirismu dengan luka. Yang tak berkesudahan sperti luka Iblis sama Adam dan Hawa

merenunglah sejenak kawan. Jauh di ketinggian sana masih ada langit di atas langit, masih ada gunung di atas gunung. Masih ada mimpi di atas mimpi yang bersemayam di Arsy

Ingatlah malam ini masih ada rinduku yang menggunung di atas rindumu ya yang pekik tak berkesudahan.
Selanjutnya

Tuesday, January 31, 2017

TUHAN

TUHAN

Sajak tuhan dan agama bertengger di atas kepalaku. Mencari sajak pembenaran. Agamawan menggaung menari dengan ayat-ayat suci.

tuhan gemarlah kamu kemari menengok kami. Anak manusia yang masih saja angkuh dengan  ego-ego dan sentimen agamamu.

Kita sering bertikai mengalirkan darah atas Namamu. Hari ini sudah mulai kalap pandanganku. Mana yang benar dan mana yang salah.

Mereka sudah gemar mencari eksistensi tapi keronta akan esensi. Mereka berteriak atas nama agamamu tapi mereka lupa bahwa kamu bisa di jumpai di mana saja. Karena  kamu lebih dekat dengan urat nadi.


Selanjutnya

Sunday, January 22, 2017

Allahu Akbar



Allahu Akbar...!!!
Takbir. Allahu Akbar..... menggelora. masih adakah yang tersisa dari prahara selain
kitab suci dan kebencian? katamu, sembari bergegas pergi
Aku tak begitu sadar, apa pernah mengucapkannya


Geram aku terbangun dari lamunan. berapa kali aku berucap, atau mungkin tak pernah
Tapi kenapa kamu pergi.  mendengar takbirku dan mengingatnya?
Aku ingin mengatakan, kau mungkin benar


Ketika kau melangkah, meningggalkan pagar rumahku
Aku kira kamu masih akan menoleh sejenak. Kau pun
berangkat, meninggalkan suatu masa yang keronta
Menuju sebuah zaman lain yang belum tentu seperti teriakku Allahu Akbar. semoga nada itu tak membuatmu marah lalu pergi dari agamaku kerena eranganku terlalu keras 


Yogyakarta 23 Januari 2017


Selanjutnya

Saturday, January 21, 2017

Aku. Kopi dan Buku

Aku. Kopi dan Buku

Kawan Jangan kau cari aku di warung kopi
Sebab warung kopi  tak lagi
sejuk tuk aku singgahi
Lantaran jengkal kopi tak lagi bisa aku seduh. bagiku dia adalah rentang waktu yang membuatku jauh dari merapal buku.
Kita tak bisa menerka nasib lewat secangkir kopi yg kita habiskan tak perlu ragu
tak perlu aku mengeja, merapal atau menggerutu
Cukuplah sampai disini kita membuat perjanjian tentang aku. secangkir kopi dan buku.
Kawan Cukuplah kamu temui aku di perpustakan atau di rumah saja
Sekali lagi, jangan cari aku di warung kopi
cari saja aku di tempat-tempat buku
tempat aku menerka nasib. 
Selanjutnya

Wednesday, January 18, 2017

BUNUH

BUNUH

Kelak engkau akan menjadi pendekar sejati
Mengikuti arah yang sama denganku
Bawalah senjata warisan Wira Raja
Agar kamu gampang memenggal kepala musuhmu sang
Petapa sejati di baris-baris puisiku dulu.

“cepatlah bunuh mereka araklah bawalah kepala yang aku minta
Agar kita sama-sama menggenggam kepala mereka di depan rumah kita”
Setelah mereka mati matahari akan bernyanyi lagi
Dengan lagu baru yang dimilikinya
Lalu jadilah kita penyair kematian

Atau menemukan sosok kematian baru
Hingga lupa dengan segalanya. Membuat mereka terbelalak lalu aku panggil engkau pendekar sejati dari tanah Madura

“cepatlah bunuh mereka bawalah apa yang aku minta
Agar kita sama-sama menggenggam kepala kepala mereka dekat kraton Songenep”

Setelah kematian menjemput. Mereka Akan tahu siapa kita sang pendekar dari keturunan Wira raja. matahari akan bernyanyi lagi
Dengan lagu baru yang dimilikinya Ole Ulang. Hingga lupa dengan kehidupan Fana ini lalu muncullah kita keturunan Wira Raja


Selanjutnya

Wednesday, December 28, 2016

Agama dan Negara Macam apa ini?

Agama dan negara macam apa ini?

Hari ini aku menyaksikan negarawan disibukkan dengan perdebatan parlemen. Sedangkan  agamawan sibuk dengan fatwa-fata yang tak kunjung usang.

Hari ini aku meyaksikan pula, Martabat agama dan negara berserakan menjadi barang dagangan

Oh Tuhan yang sedang bersemayam di atas a'rsy. Tidakkah kau menyalsikan pertumpahan darah dan perdebatan yg tak kunjung usai ini.

Agamawan menjadikan firman dan agamamu sebagai alat kepentingan menunggangi duniawi.

Sementara penguasa sibuk dengan loby-loby kekuasaan yang tak kunjung usai

Tuhan sama siapa lagi aku harus menaruh kepercayaan. Dunia ini sudah tak ada lagi yang bisa aku percaya. Tak aku temukan orang yang berbicara agamamu mencerminkan agamawan lagi. Sementara negarawan sudah tak perduli lagi dengan nasib bangsanya

Harus kemana aku adukan rasa gundahku ini?.

Sementara jauh di sana masih banyak rakyat menjerit kelaparan.
Birokrasi dan pemuka agama hanya sibuk menumpuk kekayaan yang jauh lepas dari nilai kemanusiaan.

Mereka Sibuk dengan fatwa halal haram. Sibuk dengan rebutan surga dan neraka. Sibuk menyiasati dunia

sementara Cukong-cukong dan agamawan sibuk berjudi di atas singgasana.

Aku menyangsikan agama yang semestinya menjadi penyelamat. Kini hanya menjadi laknat.

Aku menyangsikan negarawan yang hanya sibuk mengurus parlemen .

Sementara kemiskinan dan anak terlantar masih berserakan. Anak bangsa pupus harapan karena mahalnya pendidikan.

Ah agama dan negara macam apa ini. Agamawan sibuk mencari pembenaran surga neraka halal harom

Sementara negarawan sibuk mengatur undang-undang untuk menguras perut bumi


Selanjutnya

Peti

Peti

Kasih, janganlah kamu pasang wajah kusam itu.

Jangan bersedih bila aku suguhkan semangkok air mata. Sengaja aku seduh peti ini dengan luka yang mengenang deras di keningmu

Kemarilah kasih ini aku bawakan peti pesananmu. Sengaja aku buat peti ini dengan sepenuh hati. Mungkin dengan hati senang, mungkin juga dengan rasa gundah gulana menyaksikan peti pesananmu ini.

Aku harap kamu bisa menerima dengan hati gembira. Jangan kau pasang wajah kusam itu.

Lantaran malam ini aku sengaja bawakan peti itu pas di halaman rumahmu. Bukankah aku sudah baik padamu ?

Kemari mendekatlah akan aku ceritakan bagaimana peti ini aku buat. Lebih dekat lagi agar kau tahu peti ini sangatlah sempurna aku buat.



Selanjutnya

Friday, December 16, 2016

Cerita waktu

Aku lahir dari waktu
Kau juga lahir dari waktu
Aku berjalan di atas waktu
Rasa ini tiba-tiba datang dari waktu

Sudah lama aku ingin bercerita tentang waktu. Kemarilah kasih,  akan aku ceritakan waktu Rasa itu tiba-tiba datang, dan apa adanya

Semua bermula dari waktu.  Dan bermuara ke waktu.  Namun aku bersaksi di atas
sajak ini,  Bahwa rasaku tak akan lapuk dan lekang oleh waktu

Akan aku kabarkan pada Dunia Bahwa rasaku ini lepas ikhlas apa adanya

Biarlah sair ini kelak bersaksi di atas  cerita waktu kasih.  Tak usah kau sedu-sedan itu

Yogyakarta  17 Desember 2016
Selanjutnya

Thursday, December 15, 2016

Mayat Waktu

Mayat Waktu
malam-malam telah berlalu hanya untaian kata
doa-doa mengalun merdu, seperti nyanyian yang kamu lagukan kala itu.
aku dengar suaramu tak semerdu dulu

"sayang" bahasa itu masih mengalun indah menerawang lorong waktu.
mungkin juga suara itu sudah ikut mulai kriput seperti hidupmu sekarang.
ingin aku dengarkan bahasa itu dari bir kriputmu aku rindu ocehan-ocehan ganasmu

malam ini aku senang mungkin juga lagi berkabung atas nasibmu,
saat kamu mulai kehilangan rasa, atau bahkan kau bersanding dengan mayat kekasihmu
yang tak bisa kamu banggakan.

hahahaha aku tertwa lepas atas kesaksian malam ini.
yang dulu aku puja kini dia tak punya selera atau bahakan sudah mati rasa.
bersanding dengan mayat hidup yang tak bisa berbuat apa-apa.

aku ingin memanggilmu kasih. sini akan aku ceritakan tentang anjing-anjing dan
 raja alas yang buas memakan waktu


sajak ini di buat oleh M. Ridwan




Selanjutnya

Senja Tenggelam diwajahmu


senja tenggelam diwajahmu 
sore itu aku saksikan burung-brung mulai kembali pada sarangnya
menandakan hari sudah mulai larut 

ia hari ini semakin larut hanya sisa banyang senja itu yang masih aku rasakan, mungkin aku rasakan dengan hati gembira seperti kebanyakan orang menyaksikan senja bersama kekasihnya. 
atau bahkan aku rasakan dengan duka lara, lantaran hari ini tak seperti minggu-minggu yang telah lalu

aku saksikan senja itu sungguhlah sangat menawan, semenawan saat aku melihat senja dari ketinggian di saksikan angin pantai yang mendesir halus menyentuh kulitku. 

masih aku saksikan isak tawamu yang sangat menawan kala itu. saat kita menyaksikan senja bersama. saat suara kita saling bertautan menatap masa depan dengan penuh kepercayaan.   


senja itu mulai tenggelam di tutupi awan, menadakan waktu di mana harus ada jarak pisah sebagaimana lazimnya. ntah ini adalah perpisahan antara matahairi yang menandakan akan datangnya rembulan. atau bahakan mata hari itu sudah benar-benar sirna dan tenggelam di wajahmu bersama senja kala itu.



Selanjutnya

Friday, May 24, 2013

Hancurkan saja


Hancurkan saja
OLEH: M.ADI
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yogyakarta
Fakultas Usuluddin Agidah dan Filsaf


Ingin aku bajak heningnya malam ini
Agar riuh memecah ketenangan
Manusia yang nestapa ini heran
Baiar guntur suramu dapat berteriak jangan
Jagan kau bumbuhi malam ini dengan ketenangan hampa
Pecahkan saja
Pecahkan saja dengan guntur suramu
Jangan kamu hanya termangu
Melihat  keedanan negra ini
Hancurkan saja
Hancurkan saja para robot negara yang hanya menganga itu
Yang tak siap mengantarakan negeri ini pada gerbang kedamaian
Hancurkan saja
Yogyakarta 09-04-2013
Selanjutnya

Purnama malam ini luka


Purnama malam ini luka
OLEH: M.ADI
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yogyakarta
Fakultas Usuluddin Agidah dan Filsaf


Luka yang terlukis di wajahmu penuh dengan bercak darah
Ingin aku tumpahakan langit, biara langit itu berhenti memancarkan cahaya,
Kerana lukisan pilu itu masih membekas di atap langit tak bernyawa
Nyawa yang sempat aku tanam itu akan menjadi saksi bercak darah di malam ini
Perselingkuhan malam purnama yang penuh dengan derai air mata,
Air mata yang menites di wajahmu itu adalah luka
Neraka yang aku ciptakan untuk diriku, seindah surga yang telah aku ciptakan
Tapi paruh dan gumam malam purnama ini sungguh tidak sempurna
Sesempurna malam yang telah aku lukiskan bersama bercak darah di malam purnama ini
aku sadar malam ini tak seindah purnama
perselingkuhan purnama itu telah melahirkan luka 
Selanjutnya