Translate

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Tuesday, July 11, 2017

Kebijakan MENDIKBUD Tendensius


Mengenai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah, sangat meresahkan dan menimbulkan gejolak di masyarakat. Kebijakan yang sedianya dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018 tersebut banyak mendapat penolakan dari berbagai komponen dan unsur masyarakat. Namun sampai hari ini kebijakan tersebut belum dicabut atau dihentikan.

Gejolak penolakan masyarakat atas Permendikbud tersebut dikarenakan banyak faktor. Penolakan masyarakat bukan hanya karena kebijakan tersebut akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pendidikan keagamaan seperti TPQ dan Madrasah Diniyah yang sudah menjadi bagian penting dari pendidikan bagi masyarakat di Indonesia. Lebih dari itu kebijakan tersebut sangat tidak tepat diterapkan, mengingat beberapa aspek seperti; kondisi psikologis peserta didik, kondisi ekonomi orang tua, kondisi sosial dan budaya masyarakat, khususnya bagi masyarakat pedesaan yang notabenenya paling banyak terkena dampak atas kebijakan tersebut.

Kalau di lihat dari akar masalah secara substantif Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tersebut belum menyentuh dan mencerminkan pada persoalan penguatan karakter peserta didik melalui restorasi pendidikan karakter di sekolah, sebagaimana yang dicantumkan dalam bahan pertimbangan atas dikeluarkannya Permendikbud tersebut.

Permendikbud tersebut tidak menyasar kepada restorasi pendidikam karakter peserta didik. Konten kebijakan tersebut justru lebih banyak menyasar pada urusan pemenuhan beban jam kerja guru dan tenaga kependidikan yang bersifat adminitratif. Sehingga jargon restorasi pendidikan karakter peserta didik sebagaimana yang  dijadikan dasar menimbang dalam mengeluarkan Permendikbud tidak tampak dan dapat dikatakan hanya bualan semata.

Persoalan efektifitas restorasi pendidikan karakter melalui optimalisasi peran sekolah yang juga menjadi dasar pertimbangan Permendikbud tersebut adalah isapan jempol semata. Bahwa efektifitas pendidikan karakter tidak bisa dicapai hanya dengan memadatkan hari sekolah dari enam hari menjadi lima hari begitu saja. Efektifitas pendidikan karakter peserta didik perlu peran semua stakeholders pendidikan seperti orang tua, masyarakat, pemerintah, termasuk juga satuan pendidikan keagamaan seperti TPQ dan Madrasah Diniyah.

Dalih untuk meningkatkan efektifitas restorasi pendidikan karakter peserta didik, pelaksanaan Permendikbud tersebut justru akan mendestruksi pendidikan karakter peserta didik akibat hilangnya peran satuan pendidikan keagamaan yakni TPQ dan Madrasah Diniyah sebagai salah satu dari stakeholders yang ada, akibat dilaksanakannya kebijakan tersebut.

Kilau kita lihat eksistensi TPQ dan Madrasah Diniyah sebagai bagian pendidikan keagamaan dalam sejara panjang bangsa Indonesia, telah berperan besar dalam mendukung pendidikan nasional guna mewujudkan cita-cita bangsa.

Secara yuridis, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tersebut bertentangan dan bertabrakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, sehingga Permendikbud nomor 23 Tahun 2017 adalah cacat hukum.

Parahnya pada praktiknya kondisi riil di masyarakat dalam hal teknis sangat jauh dari ideal apabila kebijakan tersebut benar-benar dilaksanakan. Banyak hal-hal teknis yang diabaikan dan tidak masuk dalam perhitungan dan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan tersebut.

Penerapan kebijakan tersebut sudah tentu akan berdampak pada semakin melambungnya beban ekonomi orang tua sebagai akibat langsung bertambahnya biaya operasional sekolah. Lagi-lagi masyarakat miskin dan kurang mampu yang menjadi korbannya. Kebijakan pendidikan harusnya berpihak kepada rakyat dan tidak boleh mendiskriditkan kelompok tertentu. Kebijakan Lima Hari Sekolah (LHS) sama sekali tidak berpihak pada rakyat dan ini menjadi bencana bagi pendidikan nasional.


Selanjutnya

Monday, July 10, 2017

Mahasiwa dan Budak Materi


Kematian gerakan Mahasiswa adalah matinya nilai dan nalar. karena sudah penuh dengan otak kosong. percuma kalian baca buku Sukarno. buku Tanmalaka Karl marx Lenin. Stalin. buku Hatta buku syahrir itu semua omong kosong belaka. ideologi kalian hari ini sudah terjebak dalam dunia materi. katajaman otak kalian sudah tergantiakn dengan tumpukan uang dan iming-iming jabatan. Kini kita bertanya kemana gerakan mahasiswa hari ini? Apakah kalian semua tidur ataukah hanya jadi massa, aksi bayaran yang tak jelas arah gerakannya.

kita juga bertanya kenapa masih banyak orang yang mau kuliah dan mengejar perguruan tinggi toh ahirnya mereka akan jadi budak pabrik atau budak dari tuan yang menyuruhnya, bukankah hidup ini adalah kebebasan dan kemerdekaan. saatnya kita sadar bahwa bukanlah kita di cipta untuk di perbudak oleh majikan, atasan, ataupun seneor.

kita harus bebas sejak dalam pikiran menentukan jalan arah tujuan. harus kita selalu ingat dan kita tanamkan bahwa hidup ini bukanlah untuk menjadi budak dari materi. kalian aksi turun kejalan karena hanya tuntutan materi bukan kerena tuntutan perjuangan melawan ketidak adilan. saatnya kalian mahasiwa bertanya pada diri sendiri.

Bayak tugas yang harus kalian selesikan hari ini.  Bagi Mahasiwa baru apa tujuan kalian mengeyam pendidikan tinggi-tinggi toh kalian nati akan jadi budak, bahkan juga banyak yang jadi pengangguran. yang jelas mereka juga sudah pernah menjalani mengeyam pendidikan di peruguruan tinggi.

Kita akan bertanya pada mahasishwa jika 1928 lahirlah gerkan yang mampu manjadi sepirit tonggak perjuangan gerakan budi utomo sampai 1998 mahsiswa selalu hadir membawa perubahan. kini saya akan bertanya kalian ada di mana dan berada di posisi yang mana? ataukah kalian memang tak punya sikap layaknya jadi sorang banci yang tak punya nyali?

Saya katakan mahasiwa hari inji harus terus bergerak membawa perubahan yang lebih baik . tugas kalian buakan hanya mengerjakan tugas-tugas dari dosen tapi kalian punya tugas yang sangat bessar karena kelak kalianlah yang akan meminpin negra ini, jika kalian hari ini hanya menjadi mahsiwa yang bisa mengerjakan tugas dosen bersiap-sipalah kalian selama akan jadi budak.  (Sabda Perjuangan)

 
Selanjutnya

Sunday, July 9, 2017

Zaman Sikut-sikutan

Zaman sikut-sikutan siapa yang tidak kuat dia bakanlan kesikut dan dan terpental dari arus kehidupan atau dia bisa bertahan, namun tak mampu memberikan monopoli perlawanan. ia zaman iani memanglah zaman edan

antara benar dan slah serba jadi absurd. semua bisa saja jadi mungkin atau bankan sebaliknya menjadi hal yang sangat mustahil. barang tentu kita sering dengar"siapa kuat dialah yang bisa bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. maknya kita ini disebutnya dengan makluh adaptif.

Konon nenek moyang kita dulu juga suka berpindah-pindah alias bukan menjadi manusia yang Setagnan. ingat tapi yang jelas bukan mahluk homo ia. jagan di slah artikan. jadi wajar jika dalam hidupnya mereka sering berpindah dari satu tempat, ketempat yang lain. maklum dulu mereka masih belum punya rumah untuk bernaung.

jadi ia mereka mencari gua untuk mereka berlindung dari panas dan hujan. bukan berlindung pada yang milik modal dan juragan loh... sehingga mereka bisa menjadi makluk mandiri dan tidak bergantungan. ia mereka hanya bergantung pada tuhan dan alam. sehingga mereka cinta lingkungan nah beda dengan sekrang manusia sudah pada rakus di jual sama perusahan dan pemodal.

sementara itu seudah jelas akan menacam ekosistem kehidupan dan bumi ini jati rentan musibah melanda. rentan pertikaian juga rentan rebut jabatan. eh salah yang benar rentang lonsong banjir yang itu jadi langganan kita setiap musim hijan datang. kenapa hal itu terjadai ia wajar kerena ekosistem sudah tidak setabil Juga baca tulisan saya di Harkatnews.com
Selanjutnya

Zaman Dukun

Zaman perdukunan. zaman ini hanyalah milik para dukun dan tukang begal Begal pajak negara atau dukun yyang bisa membolak balikkan mana yang benar dan mana yang salah semuanya telah bekerja sama untuk menguras uang negara dan uang rakyat.

ia dukun itu telah mampu mamberikan jampe-jampe bagi segenap bangsa ini untuk menidurkar orang hidup dan mendiamkan orang yang sehat. bagai mana tidak semuanya itu telah merekan lakukan untuk berkompromi dengan para pejabat dan para begal di negara ini.

tukang begal semakin langgeng dengan barang yang di begalnya, sementara yang tidak bisa membegal mereka berusaha tuk jadi pembegal baru. sementara dukun itu telah siap dengan segala ilmu kanuragannya untuk membuat orang terlelap.

Barang kali orang sehat bisa semakin sehat. sementara  yang yang lemah semakin lemah di buat tak berdaya oleh para pemberangus negara ini ah ia sudahlah ini sekarang jaman dukun dan para begal besar
 kita juga sering meliahat mereka bersandiwara di pentas negara ini semantara kita sebagai rakyat hanya bisa menyaksikan mereka bersandiwara  Harkatnes.com

Selanjutnya

Saturday, March 18, 2017

Lelap

Lelap

Lelaplah duhai perih pergilah
Rasa yang mendera ini bukan seutas
Tak satu orangpun yang bisa melibas

Luka yang menganga di keningmu
Adalah dentum waktu yang kian menggumpal
Mengeras merajam raga-raga yang letih

Meninggalkan bekas perih yang semakin menggunung
Nan bergemuruh memutar dunia sontak mengeras
Menggupal menerjang sudut-sudut jagat

Ah sudahlah mungkin perih tinggal perih
Luka tinggal luka, kenangan tinggal kengan
Kepergian tinggal kepergian

Saatnya menuggu kedatangan yang baru
Dunia yang baru kisah yang baru dan isak tawa yang baru
Nampak jelas di keningmu


Yogyakarta 18 Maret 2017
Selanjutnya

Friday, March 17, 2017

Populasi dan Efek Domino

Populasi dan Efek Domino

Jika di abad ini XXI kamu sudah tidak bisa memberikan warna, lebih baik memilih untuk mati. biar dunia ini tidak semakin sesak dengan orang yang tak berguna. Begitulah Ucap seorang temen di tempat aku biasa ngopi.

Kata-kata itu terus mengahantuiku dan membuat aku berpikir bahwa harus ada gerakan kesadaran yaang harus di bangun bersama untuk memaksimalkan kapasitas yang kita punya. Karena populasi jumalah manusia semakin banyak jumalahnya tentunya ada resiko yang harus kita tanggung dan beban dunia juga semakin meningkat,

Jumalah penduduk di indonesia merupan jumlah terbesar ke Empat di Dunia. Dalam data Bank Dunia jumlah penduduknya setiap tahun mengalami peningktan 1,2 %\Th. pada tahu 1930 berkisar  60,7 juta jiwa pada tahun 2010 mengalami peningktan yang sangat Fantastis dengan jumlah 237.641.326 jiwa.

tindak kejahtan kemanusian dan lingkungan juga semakin mengalami peningkatan hal ini tentunya bukan berangkat dari ruang kosong yang datang begitu saja. Dari kapasitas tampung dunia ini berjalan dengan tidak terkontrol. Sehingga perlu ada gerakan yang bisa memikirkan kapasitas tampung dunia untuk menanggulangi pertumbuhan yang semakin hari semakin melesat tinggi.

Permaslahan ini harus menjadi perhatian yang serius biar kehidupan di dunia ini tidak cepat musnah. Salah satu efek dari populasi yang semakin tinggi tersebut terjadilah pemansan global (Global Warming) yang semakin hari membuat kita semakin prihatin degan ke adaan Bumi.



Selanjutnya

Problem In Globalisation Era


Problem In globalisation era


many problem in globalisation like humanity,peace, justice, freedom, tolerance,participation and solidarity. The problems arising in an increasingly globalised and interdependent world need global and international approaches to be effective. Climate  change and pollution, for example, do not stop at national borders. International crime and terrorism need international responses.

Global economic problems need globally coordinated solutions. It is clear that individual countries are less effective in tackling their problems when they act on their own than when they coordinate with other countries. They need partnerships and networks to amplify their voice and strengthen their influence.

More and more people disagree with the view that global issues can best be addressed through global approaches. They point to the fact that only small groups of people have reaped the benefits of globalisation Almost everywhere in the world.

Globalisation has been accompanied by growing inequalities and eroding prospects for the middle and lower class. In addition, many feel that theyare subject to global forces that they cannot control and threaten their identities.


Many people have become suspicious of globalisation and have come to view those who argue for economic and political integration as out-of-touch elites which promote their own agenda while neglecting the people’s agenda. As a  consequence, we see a growing emphasis on national identity, sover-eignty, and a renationalisation of policies.

A question in this context is how the obviousneed for international cooperation and joint policy  making can be reconciled with the legitimate desire of many people to own and control policies that affect their daily lives.To explan our problem in globalisation have to study  culture, economic, sosial, politic and identity.



Selanjutnya

Sebilah

Sebilah

Malam karam tahadjud jatuh di keningmu
Melesat sebilah rindu
Sebilah doa
Sebilah gemuruh
Sebilah mantra

Sebilah cerita
Sebilah gelak tawa
Sebilah seyum tawamu
Sebilah canda guraumu
Sebilah tagis bahagiamu

Sebilah senyum yang tersungging manis
Di wajahmu masih membekas

Lekam rindu itu masih menderah
Merajam jiwa-jiwa yang lunglai

Yogyakarta 18 Maret 2017
Selanjutnya

Thursday, March 16, 2017

Korupsi e-KTP dan Hukum Mati

Koruspi e-KTP dan Hukum Mati

Korupsi uang nagara manejadi mainan yang menggiurkan bagi pejabat negara. Tidak tanggung-tanggung uang yang di korupsi  mencapai 2,5 Triliun melibatkan oknum pejabat negara, mereka merampok secara berjamaah terstruktur dan massif.

Perampok di negara ini tidak kunjung jera. Hal ini bisa kita lihat karena lemahnya sistem hukum di negara ini. Sudah mafhum kita ketahui bersama bahwa hukum di negara sangat runcing  kebawah dan tumpul ke atas.

Ratusan tahun yang lalu saat Majapahit masih berdiri kokoh hukum Mati bagi pencuri.  Hukum itu bisa kita lihat dalam kitab  Kutara Manawa yang di tulis oleh Gajah Mada. Pada kitab tersebu terdapat di bab IV tentang "asta corah"pasal 55 menyebutkan bahwa "Pencuri yang tertangkap tangan di kenakan hukuman mati. Anak dan istrinya di serahkan kepada pemenrintah. Sementara jika dia punya budak baik laki-laki maupun perempuan budak tersebut di bebaskan, hutangnya lepas sama sang tuan.

Namun hukum mati itu berbanding terbalik dengan indonesia sekarang. Koruptor di negara ini makin menjamur dari hulu ke hilir hingga meliabatkan banyak oknum. Seminar anti korupsi di gaungkan kesana kemari tapi instansi yang korupsi tetap tak kunjung padam.

Ini bukan suratan takdir. Namun fakta ini menunujukkan bahwa hukum bagi koruptor tidak memberikan efek jera. Sehingga kekayaan negara terkuras. Anggaran negara yang seharusnya di nikmati oleh rakyat indonesia mereka curi meraka rampok seperti orang kelaparan dan kehausan. Sementara rakyat jelata yang hidupnya di trotoar jalanan. Tidak mendapatkan perhatian yang serius. padahal mereka sudah di jamin dalam UUD 45.  

Kita juga melihat Kemajuan dari sebuah negara di lihat dari sistem hukum yang berjalan di dalamnya.  Semakin mapan sebuah negara semakin mapan pula tatanan hukum yang  berlaku di dalamnya. 

Melihat kondisi hukum di negara ini. Kita akan melihat bahwa hukum itu berjalan mundur kebelakang bahkan negara ini juga berjalan mundur tak pernah berjalan maju.

Dengan adanya tulisan ini saya berharap bagi penegak hukum  dan pejabat negara dapat meliahat bahwa negara maju adalah negara yang punya sistem hukum yang jelas tentunya bukan seperti sistem hukum yang berjalan seakrang. "Hukum mati" bagi koruptor sangat layak di terapkan di negara kita. Biar anggaran negara tidak habis di makan oleh para koruptor perampok uang Rakyat. 

 Hukum mati ini juga sudah di terapkan pada masa kerajaan Maja Pahit bahkan jauh sebelumnya saat kerajaan Singasari dan kerajaan Medang (Mataram Kuno) dalam kitab Dharmasastra
Selanjutnya

Wednesday, March 15, 2017

Kata tak Bertuan


Kata tak Bertuan

Kedatangan dan kepergian saling bergegas
Menyalami rel waktu dalam hitungan serba cepat

apa yang ditunggu selain perintah dari pengeras suara?
Menghalaumu ke tujuan yang entah:
Melanjutkan perjalanan atau diam ditelan tuanya waktu.

Atau tetap duduk termangu mendengar nabi palsu mengeluarkan
Sabda yang entah berantah.

Sadarlah tuan biar tidak digilas oleh buasnya
Waktu dan buaian-buaian para dewa yang menelusup di telinga tuan.
Banyak mantra yang mereka telah tunaikan tapi kosong tak bermakna

Hanya diri tuan yang bisa tuan andalkan bukan dewa-dewa atau nabi-nabi palsu
Yang sering menjual buaian dari kampus ke kampus, dari warung kopi ke warung kopi.

Sadarlah tuan bahwa waktu tuan bukan untuk mendengar firman dan sabda-sabda
Mereka. Kini saatnya tuan mempersiapkan diri tuan . Biar tidak digilas oleh buasnya waktu
Yang saling menikam


Yogyakarta 16 Maret 2017



Tulisan ini terinspirasi dari obrolan orang-orang yang mau di sarjana. Sesekali dia mengeryitkan dahinya. Menandakan ketidak siapannya tuk jadi sarjana. Mereka melihat semakin banyak sarjana semakin banyak pula  pengangguran. Dia benar-benar kalut tuk menyandang gelar sarjana
Selanjutnya

Tuesday, March 14, 2017

Serpihan


Serpihan

Ratapankah atau wajahmu tak lagi bulan, kaca
yang kau pantulkan ke muka sungai
terasa samar memantul bayang-banyang semu, begitu riak terasa retak

Meneropong jejakmu terasa kenangan kian padam.
Riuh hujan dan halilintar memperkelam malam yang memang suram

Adakah mantra masih terselip di batas dermaga
Setelah malam berhuyung-huyung meniupkan hujan.

Adakah rasa yang masih kau kenang bersama riuh hujan?.
Setelah sekian lama dia menggilas, menghapus jejakmu dari peraduan
Dan pertapaan moksaku?

Selanjutnya

Letupan Waktu


Di hadapan dinding waktu,
Aku melewati lorong-lorong sunyi.
Semua telah mengelupas, melucuti luka.
Langkah hilang, masam, karam. Jadi hiasan
museum gelap dan lembap.

Mata merah ini adalah magma kemarahanku.
Memgalir deras membasahi gunung-gunung
Mengeluarkan larva kematian, siap membakar
Jiwa yang menyentuhku.

Setiap letupan akan melibas menggilas
Setiap detik kehidupan. Seperti langit merah yang
memancar cahaya menyala

Waktu terus merajam menerkam dengan begitu buasnya,
Sejenak aku bertanya waktu apa ini?.

Namun tak satu orangpun yang bisa memecah teka-teki itu.
Sehingga mereka luluh lantah tanpa sedikitpun yang tersisa
Baik kenangan maupun mimpi

Yogyakarta 15 Maret 2017
Selanjutnya

Buku dan Si Jalang

Buku dan si Jalang

Sudah lama aku bertanya tentang pekabar buku.
Namun si jalang itu tak pernah berkata tidak saat aku tanya
Bahkan saat aku merapal mantra pembisuan dia tetap berkata "Ia"

Malam ini akan aku kubur buku itu bersama namamu dan biarlah buku
Itu menjadi saksi kematianmu bersama si jalang.
Biarlah terhempas terhuyung-huyung bersama lelaki malang itu.
Yang sudah tak menemukan keabadianmu. Karena dirimu laksana
Kupu-kupu,  siapa saja boleh hinggap dan menghisap sarinya.

Aku akan tertawa diatas biang lala dan merayakan kemenanganku .
Bersulang dengan tuak menyaksikan
tubuhmu dan tubuh laki-laki itu

Buku itu menjadi  pertanda bahwa dirimu sama saja seperti yang dulu
setiap Adam boleh menjelmanya dengan berlandaskan suka.
Ia menjadi mantra kesucian yang sakral. Tapi kamu sungguh wanita jalang
Yang siapa saja boleh merapalnya.

Sengaja aku buat bait-bait ini, diantara lembara buku dan lembaran tubuhmu
Yang tak habis di baca oleh setiap orang  yang kesepian.  sengaja aku buatkan
Mantara ini  Buat dirimu yang jalang dan laki-laki malang itu


*Sajak seorang teman di warung kopi*
Selanjutnya

Thursday, February 2, 2017

Sikap NU

Sikap NU
“Jangan sesekali kamu membangunkan Singa yang sedang Tidur”

Itu ungkapan yang tepat atas kejadian disidang 31 januari 2017 kemaren.  Sekali dia bangun akan hancur kau diterkamnya. Apakah kamu akan mengulang kejadian berdarah di negeri ini? atau mau mengulang saat kita mengusir penjajah di negeri ini. Tak ada kata tidak siap bagi pemuda  Nahdhatul Ulama (NU). Mereka diam bukan berarti tidak berani seperti saat Gusdur di lengserkan. atau saat gusdur dihina kita tak pernah diam tapi pinpinan kami selalu milih jalan damai untuk menjaga keutuhan NKRI

Merawat NKRI butuh perjuangan yang ekstra bagi warga Nahdhiyin. Dalam meyikapi hal ini saya sebagai warga NU salut dengan ungkapan ki Ma’ruf Amein bahwa dia memilih untuk memafkan. Namanya juga sudah minta maaf ungkap beliau.

Sikap yang selalu mencerminkan sikap bijaksana. Tentunya menjadi nilai lebih, agar kita dapat melihat lebih jauh bagaimana seharusnya kita Warga NU dalam menentukan sikap. Bukan selalu mementingkan Ego ke NU-an.  kita harus bisa menegendalikan ego ke NU-an kita dalam bertindak dan bersikap sehingga nilai-nilai yang di ajarkan oleh Islam Ahlussunnah wal-Jamaah dapat kita aplikasiakan dalam kehidupan sehari-hari.

Bahwa dalam beriskap, kita harus menjaga keseimbangan antara hubungan tiga nilai yang sangat penting  agar dapat terwujud  Ekosistem kehidupan yang harmonis . Yaitu; pertama Hablum Minallah. Yaitu cara menjaga hubungan kita dengan sang pencipta. Kedua Hablum Minannas hubungn akita dengan manusia dan Hablun Minal Alam. Hubungan kita dengan alam.  dapat berjalan dengan seimbang.     

Dalam kehidupan sehari-hari kita harus tetap bisa menjaga nilai-nilai tersebut gara kita tidak berjalan dengan pincang. Dan tidak menjadi agamawan yang Jumud. Menjadi orang yang Gampang menghina dan mengkafirkan orang lain, menjadi buta dengan agamanya. tapi jauh dari nilai-nilai keberagamaan. Gampang jadi agama urakan yang ingin instan masuk surga tapi di lupa bagai mana cara yang paling benar menuju surga itu sendiri. menjadikan agama sebagai  ancaman yang serius bagi keberlasungan ekosistem kehidupan. 
Selanjutnya

Wednesday, February 1, 2017

Lelap

Lelap

Lelaplah malam lelaplah bunga-bunga Mimpi yang terus melambung menjulang tinggi.

Ingatlah bahwa di bawah alam sadarmu. Masih banyak yang lebih tinggi dari mimpimu. Libih lihai bermain dan menari di singgasna.

Saat kamu rapal bait-bait mimpimu disana ada segudang harapan juga segudang luka yang siap membuatmu tersenyum atau bahkan mengirismu dengan luka. Yang tak berkesudahan sperti luka Iblis sama Adam dan Hawa

merenunglah sejenak kawan. Jauh di ketinggian sana masih ada langit di atas langit, masih ada gunung di atas gunung. Masih ada mimpi di atas mimpi yang bersemayam di Arsy

Ingatlah malam ini masih ada rinduku yang menggunung di atas rindumu ya yang pekik tak berkesudahan.
Selanjutnya

Tuesday, January 31, 2017

Ahok. FPI dan Akal Sehat

Ahok. FPI dan akal Sehat

Menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarata 2017,  samapai hari ini, masyarakat kita masih disuguhi isu-isu seputar penistaan Agama. Tidak tanggung-tanggung, isu ini mampu mereduksi masyarakat kita sendiri menjadi dua Kubu. Satu kubu adalah mereka yang pro Ahok, sedangkan satu kubu lagi adalah mereka yang pro FPI. Kesimpulan seperti ini tentunya merupakan kesimpulan dari saya. Namun memang demikianlah yang terjadi; ada histori pengetahuan yang menbuat kesadaran kita absurd. hal ini terjadi akibat penggiringan media yang sedemikian sengitnya kayak dunia sudah mau kiamat. orang yang pro terahadap FPI dia mangaku paling punya agama dan paling benar.  ada yang anggap menista agama bahakan ualama sering jadi sasaran dari kelompok ini. sedangkan orang yang pro terhadap hadap Ahok akan menangkal semua argumen tersebut. ia itualah gambaran politik.



untuk menghakimi asumsi ini tentunya ada beberapa pertanyaan, apakah Ahok benar-benar telah menistakan Agama?. logika normal akan tentu bisa menjawab dengan mudah, atas tudingan pernyataan ahok bahwa ada oknum yang sering menyalahgunakan agama untuk kepentingan kelompoknya.  dewasa ini kita tentu bisa membuat kesimpulan. Bahwa bukanlah surah al-Maidah itu sendiri yang berbohong ketika Ahok mengatakan, “Jangan mau dibohongi pakai surah al-Maidah”, melainkan ada subjek yang berbohong.



Fakta bahwa orang membuat kesimpulan yang berbeda seringkali bukan karena ia tidak mampu menggunakan akal sehatnya, bukan pula karena ia tidak memiliki akal sehat sama sekali, melainkan karena ia mengingkari suara akal sehatnya sendiri hanya demi cintanya yang patologis terhadap Agama. Padahal keberlangsungan suatu Agama menuntut akal sehat para penganutnya, bukan cinta yang tidak berdasar.

Perkataan Ahok diatas, yang memicu terjadinya kontroversi, akan lebih tepat jika dimaknai sebagai ungkapan preskriptif ketimbang deskriptif. dalam ungkapan Filsafat dia lebih tepat di sebut sebagai ungkapan das sollen (Apa yang seharusnya) ketimbang das sein (Apa yang senyatanya). Oleh karena itu, terlepas dari apakah subjek yang berbohong tersebut benar-benar riil atau tdak, tidak akan menciderai makna yang dikandung ungkapan itu sendiri; bahwa setiap orang, kapan pun dan di mana pun, tidak boleh membohongi masyarakat terlebih-lebih jika itu dilakukan dengan menggunakan Ayat-ayat Suci.

Dari ungakapan saya di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Ahok tidaklah menistakan Agama. Permasalahannya kemudian adalah, dapatkah Agama itu dinistakan? Pertanyaan di atas akan membuat ide tentang penistaan Agama itu sendiri menjadi absurd. Itulah mengapa akan menjadi absurd pula membuat dikotomi antara mereka yang sengaja menistakan Agama dengan mereka yang membela Agama dari penistaan itu sendiri.

Anggapan bahwa Agama dapat dinistakan tentu tidak sama dengan mengatakan bahwa Agama itu sendiri secara intrinsik telah ternistakan. Agama adalah suci, dan kesuciannya tidak akan terciderai sekalipun ia dicecar dengan ribuan penistaan. Terkait dengan Ahok, terlepas dari dapat atau tidaknya Agama itu dinistakan, senyatanya ia tidaklah menistakan Agama.

Dengan tulisan ini penulis tidak bermaksud mengungkapkan rasa simpati terhadap Ahok hanya karena ia adalah Ahok, melainkan sejauh Ahok itu sendiri berada di pihak yang benar. Dan sekalipun Ahok berada pada pihak yang benar, hal itu tidak akan pernah cukup untuk menjadikannya Tuhan yang patut diper-Tuhan-kan. Demikian dengan FPI, dengan segala kekeliruannya, tidak akan pernah cukup untuk menjadikannya kumpulan para Preman yang patut di Untuk di Penjarakan. Biarkan kebenaran itu Bicara dengan sendirinya tak pantas kita untuk saling mendewakan atau bahakan kita saling menghujat untuk kepentingan


* Tulisan ini dimuat di Satu Nusa News*
Selanjutnya

TUHAN

TUHAN

Sajak tuhan dan agama bertengger di atas kepalaku. Mencari sajak pembenaran. Agamawan menggaung menari dengan ayat-ayat suci.

tuhan gemarlah kamu kemari menengok kami. Anak manusia yang masih saja angkuh dengan  ego-ego dan sentimen agamamu.

Kita sering bertikai mengalirkan darah atas Namamu. Hari ini sudah mulai kalap pandanganku. Mana yang benar dan mana yang salah.

Mereka sudah gemar mencari eksistensi tapi keronta akan esensi. Mereka berteriak atas nama agamamu tapi mereka lupa bahwa kamu bisa di jumpai di mana saja. Karena  kamu lebih dekat dengan urat nadi.


Selanjutnya

Sunday, January 22, 2017

Allahu Akbar



Allahu Akbar...!!!
Takbir. Allahu Akbar..... menggelora. masih adakah yang tersisa dari prahara selain
kitab suci dan kebencian? katamu, sembari bergegas pergi
Aku tak begitu sadar, apa pernah mengucapkannya


Geram aku terbangun dari lamunan. berapa kali aku berucap, atau mungkin tak pernah
Tapi kenapa kamu pergi.  mendengar takbirku dan mengingatnya?
Aku ingin mengatakan, kau mungkin benar


Ketika kau melangkah, meningggalkan pagar rumahku
Aku kira kamu masih akan menoleh sejenak. Kau pun
berangkat, meninggalkan suatu masa yang keronta
Menuju sebuah zaman lain yang belum tentu seperti teriakku Allahu Akbar. semoga nada itu tak membuatmu marah lalu pergi dari agamaku kerena eranganku terlalu keras 


Yogyakarta 23 Januari 2017


Selanjutnya

Saturday, January 21, 2017

Aku. Kopi dan Buku

Aku. Kopi dan Buku

Kawan Jangan kau cari aku di warung kopi
Sebab warung kopi  tak lagi
sejuk tuk aku singgahi
Lantaran jengkal kopi tak lagi bisa aku seduh. bagiku dia adalah rentang waktu yang membuatku jauh dari merapal buku.
Kita tak bisa menerka nasib lewat secangkir kopi yg kita habiskan tak perlu ragu
tak perlu aku mengeja, merapal atau menggerutu
Cukuplah sampai disini kita membuat perjanjian tentang aku. secangkir kopi dan buku.
Kawan Cukuplah kamu temui aku di perpustakan atau di rumah saja
Sekali lagi, jangan cari aku di warung kopi
cari saja aku di tempat-tempat buku
tempat aku menerka nasib. 
Selanjutnya

Wednesday, January 18, 2017

BUNUH

BUNUH

Kelak engkau akan menjadi pendekar sejati
Mengikuti arah yang sama denganku
Bawalah senjata warisan Wira Raja
Agar kamu gampang memenggal kepala musuhmu sang
Petapa sejati di baris-baris puisiku dulu.

“cepatlah bunuh mereka araklah bawalah kepala yang aku minta
Agar kita sama-sama menggenggam kepala mereka di depan rumah kita”
Setelah mereka mati matahari akan bernyanyi lagi
Dengan lagu baru yang dimilikinya
Lalu jadilah kita penyair kematian

Atau menemukan sosok kematian baru
Hingga lupa dengan segalanya. Membuat mereka terbelalak lalu aku panggil engkau pendekar sejati dari tanah Madura

“cepatlah bunuh mereka bawalah apa yang aku minta
Agar kita sama-sama menggenggam kepala kepala mereka dekat kraton Songenep”

Setelah kematian menjemput. Mereka Akan tahu siapa kita sang pendekar dari keturunan Wira raja. matahari akan bernyanyi lagi
Dengan lagu baru yang dimilikinya Ole Ulang. Hingga lupa dengan kehidupan Fana ini lalu muncullah kita keturunan Wira Raja


Selanjutnya