Translate

Friday, July 21, 2017

K.H Abdul Halim Majalengka

Sebagaimana kita tahu bersama bahwa K.H Abdul Halim majalengka dia dikenal sebgai alim ulama juga termasuk tokoh islam yang memperjuangkan negara ini. shingga banyak kemudia yang bialng bahwa beliau adalah termasuk dari pahlawan nasional, dia juga lebih dikenal dengan nama K.H. Abdul Halim Majalengka (lahir 26 Juni 1887, di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat - meninggal 7 Mei 1962, di Majalengka pada umur 75 tahun) adalah salah seorang tokoh pergerakan nasional, tokoh organisasi Islam, dan ulama yang terkenal toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat antar ulama tradisional dan pembaharu.

Dia lahir dengan nama kiai Otong Syatori. Ia merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara dari pasangan K.H. Muhammad Iskandar dan Hj. Siti Mutmainah. Selain mengasuh pesantren, ayahnya juga seorang penghulu di Kawedanan, Jatiwangi.Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga pesantren, Kiai Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar. Ayahnya meninggal ketika Kiai Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.Sejak kecil Kiai Halim tergolong anak yang gemar belajar.Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.

Setelah berumur 10 tahun Kiai Halim belajar al-Qur'an dan Hadis kepada K.H. Anwar, yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari Ranji Wetan, Majalengka Sebagai penggemar ilmu, Kiai Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran (Islam) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak Hal itu terlihat ketika Kiai Halim belajar bahasa Belanda dan huruf latin kepada Van Hoeven, seorang pendeta dan misionaris di Cideres, Majalengka.

Kiai Halim menikah dengan Siti Murbiyah puteri Kiai Ilyas (Penghulu Landraad Majalengka) saat beliau berumur 21 tahun. Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak. Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah Jawa Barat. Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Halim.

Salah satu pesantren yang pernah ngaji adalah Pesantren Lontang jaya, Penjalinan, Leuimunding, Majalengka, dalam asuhan Kiai Abdullah Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon, asuhan Kiai Sujak. Pesantren Ciwedus, Timbang, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, asuhan Kiai Ahmad Shobari. Dan yang terakhir Abdul Halim berguru kepada K.H. Agus ,Kedungwangi, Kenayangan, Pekalongan, sebelum akhirnya kembali memperdalam ilmunya di Pesantren Ciwedus.
Walaupun beliau sibuk belajar, Kiai Halim masih menyempatkan dirinya untuk berdagang.Ia berjualan minyak wangi, batik, dan kitab-kitab pelajaran agama. Setelah banyak belajar di beberapa pesantren di Indonesia, Kiai Halim memutuskan untuk pergi ke Mekah untuk melanjutkan mendalami ilmu-ilmu keislaman.Di Mekah, Kiai Halim berguru kepada ulama-ulama besar di antaranya Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama asal Indonesia yang menetap di Mekah dan menjadi ulama besar sekaligus menjadi Imam di Masjidil Haram.

Waktu beliau menuntut ilmu di Mekah, Kiai Halim banyak bergaul dengan K.H. Mas Mansur yang kelak menjadi Ketua Umum Muhammadiyah dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama dan Rais Am Syuriyah (Ketua Umum Dewan Syuro) Pengurus Besar organisasi tersebut setelah Kiai Hasyim Asy’ari meninggal pada tahun 1947. Kedekatan Kiai Halim terhadap kedua orang sahabatnya yang berbeda latar belakang antara pembaharu dan tradisional inilah yang membuatnya terkenal sebagai ulama yang amat toleran.

Setelah tiga tahun belajar di Mekah, Kiai Halim kembali ke Indonesia untuk mengajar. Pada tahun 1911, ia mendirikan lembaga pendidikan Majlis Ilmi di Majalengka untuk mendidik santri-santri di daerah tersebut. Setahun kemudian setelah lembaga pendidikan tersebut telah berkembang, Kiai Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub, yang kemudian Majlis Ilmi menjadi bagian di dalamnya.

Dia mendirikan Hayatul Qulub (Hayat al-Qulub) tahun 1912. Yang beliau ajarkan di sana tidak hanya bergerak di bidang pendidikan saja, melainkan juga masuk ke bidang perekonomian Hal ini disebabkan Kiai Halim ingin memajukan lapangan pendidikan sekaligus perdagangan. Maka anggota organisasinya bukan saja dari kalangan santri, guru, dan kiai, tetapi juga para petani dan pedagang. Namun organisasi yang bergerak di bidang dagang tersebut tentu akan mempunyai saingan dagang, khususnya dengan pedagang Cina yang pada masa itu cenderung lebih berhasil di bidang perdagangan. Karena pemerintah Hindia Belanda lebih banyak membela kepentingan pedagang-pedagang Cina yang diberi status hukum lebih kuat dibanding kelompok pribumi.

Persaingan tersebut memuncak ketika pemerintah Hindia Belanda menuduh organisasi Hayatul Qulub sebagai biang kerusuhan dalam peristiwa penyerangan toko-toko milik orang Cina yang terjadi di Majalengka pada tahun 1915. Akibatnya pemerintah Hindia Belanda membubarkan Hayatul Qulub dan melarang meneruskan segala kegiatannya. Setelah dibubarkannya organisasi tersebut, Kiai Halim memutuskan untuk kembali ke Majlis Ilmi untuk tetap menjaga kepentingan perjuangan Islam, terutama dalam bidang pendidikan.

Tepat pada tanggal 16 Mei 1916, Kiai Halim secara resmi mendirikan lembaga pendidikan baru yang ia beri nama Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin.Lembaga pendidikan ini lebih baik dari sebelumnya, karena Kiai Halim menerapkan sistem klasikal dengan lama kursus lima tahun dan sistem koedukasi. Dan bagi yang sudah mencapai kelas tinggi akan menerima pelajaran bahasa Arab. Setahun kemudian, HOS Cokroaminotomemberi dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut, yang akhirnya dikembangkan dan diubah namanya menjadi Perserikatan Ulama yang lebih dikenal dengan PUI (Perserikatan Ulama Indonesia).Perserikatan tersebut meemiliki panti asuhan, percetakan, dan sebuah pertenunan.

 itulah informasi singkat menganai KH abdul halim majalengka semoga bisa menmbah wawasan kita mengenai refrensi tokoh ulama Nusantara
Load disqus comments

0 komentar