Translate

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Tuesday, July 11, 2017

Kebijakan MENDIKBUD Tendensius


Mengenai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah, sangat meresahkan dan menimbulkan gejolak di masyarakat. Kebijakan yang sedianya dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018 tersebut banyak mendapat penolakan dari berbagai komponen dan unsur masyarakat. Namun sampai hari ini kebijakan tersebut belum dicabut atau dihentikan.

Gejolak penolakan masyarakat atas Permendikbud tersebut dikarenakan banyak faktor. Penolakan masyarakat bukan hanya karena kebijakan tersebut akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan pendidikan keagamaan seperti TPQ dan Madrasah Diniyah yang sudah menjadi bagian penting dari pendidikan bagi masyarakat di Indonesia. Lebih dari itu kebijakan tersebut sangat tidak tepat diterapkan, mengingat beberapa aspek seperti; kondisi psikologis peserta didik, kondisi ekonomi orang tua, kondisi sosial dan budaya masyarakat, khususnya bagi masyarakat pedesaan yang notabenenya paling banyak terkena dampak atas kebijakan tersebut.

Kalau di lihat dari akar masalah secara substantif Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tersebut belum menyentuh dan mencerminkan pada persoalan penguatan karakter peserta didik melalui restorasi pendidikan karakter di sekolah, sebagaimana yang dicantumkan dalam bahan pertimbangan atas dikeluarkannya Permendikbud tersebut.

Permendikbud tersebut tidak menyasar kepada restorasi pendidikam karakter peserta didik. Konten kebijakan tersebut justru lebih banyak menyasar pada urusan pemenuhan beban jam kerja guru dan tenaga kependidikan yang bersifat adminitratif. Sehingga jargon restorasi pendidikan karakter peserta didik sebagaimana yang  dijadikan dasar menimbang dalam mengeluarkan Permendikbud tidak tampak dan dapat dikatakan hanya bualan semata.

Persoalan efektifitas restorasi pendidikan karakter melalui optimalisasi peran sekolah yang juga menjadi dasar pertimbangan Permendikbud tersebut adalah isapan jempol semata. Bahwa efektifitas pendidikan karakter tidak bisa dicapai hanya dengan memadatkan hari sekolah dari enam hari menjadi lima hari begitu saja. Efektifitas pendidikan karakter peserta didik perlu peran semua stakeholders pendidikan seperti orang tua, masyarakat, pemerintah, termasuk juga satuan pendidikan keagamaan seperti TPQ dan Madrasah Diniyah.

Dalih untuk meningkatkan efektifitas restorasi pendidikan karakter peserta didik, pelaksanaan Permendikbud tersebut justru akan mendestruksi pendidikan karakter peserta didik akibat hilangnya peran satuan pendidikan keagamaan yakni TPQ dan Madrasah Diniyah sebagai salah satu dari stakeholders yang ada, akibat dilaksanakannya kebijakan tersebut.

Kilau kita lihat eksistensi TPQ dan Madrasah Diniyah sebagai bagian pendidikan keagamaan dalam sejara panjang bangsa Indonesia, telah berperan besar dalam mendukung pendidikan nasional guna mewujudkan cita-cita bangsa.

Secara yuridis, Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tersebut bertentangan dan bertabrakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, sehingga Permendikbud nomor 23 Tahun 2017 adalah cacat hukum.

Parahnya pada praktiknya kondisi riil di masyarakat dalam hal teknis sangat jauh dari ideal apabila kebijakan tersebut benar-benar dilaksanakan. Banyak hal-hal teknis yang diabaikan dan tidak masuk dalam perhitungan dan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan tersebut.

Penerapan kebijakan tersebut sudah tentu akan berdampak pada semakin melambungnya beban ekonomi orang tua sebagai akibat langsung bertambahnya biaya operasional sekolah. Lagi-lagi masyarakat miskin dan kurang mampu yang menjadi korbannya. Kebijakan pendidikan harusnya berpihak kepada rakyat dan tidak boleh mendiskriditkan kelompok tertentu. Kebijakan Lima Hari Sekolah (LHS) sama sekali tidak berpihak pada rakyat dan ini menjadi bencana bagi pendidikan nasional.


Selanjutnya

Monday, July 10, 2017

Mahasiwa dan Budak Materi


Kematian gerakan Mahasiswa adalah matinya nilai dan nalar. karena sudah penuh dengan otak kosong. percuma kalian baca buku Sukarno. buku Tanmalaka Karl marx Lenin. Stalin. buku Hatta buku syahrir itu semua omong kosong belaka. ideologi kalian hari ini sudah terjebak dalam dunia materi. katajaman otak kalian sudah tergantiakn dengan tumpukan uang dan iming-iming jabatan. Kini kita bertanya kemana gerakan mahasiswa hari ini? Apakah kalian semua tidur ataukah hanya jadi massa, aksi bayaran yang tak jelas arah gerakannya.

kita juga bertanya kenapa masih banyak orang yang mau kuliah dan mengejar perguruan tinggi toh ahirnya mereka akan jadi budak pabrik atau budak dari tuan yang menyuruhnya, bukankah hidup ini adalah kebebasan dan kemerdekaan. saatnya kita sadar bahwa bukanlah kita di cipta untuk di perbudak oleh majikan, atasan, ataupun seneor.

kita harus bebas sejak dalam pikiran menentukan jalan arah tujuan. harus kita selalu ingat dan kita tanamkan bahwa hidup ini bukanlah untuk menjadi budak dari materi. kalian aksi turun kejalan karena hanya tuntutan materi bukan kerena tuntutan perjuangan melawan ketidak adilan. saatnya kalian mahasiwa bertanya pada diri sendiri.

Bayak tugas yang harus kalian selesikan hari ini.  Bagi Mahasiwa baru apa tujuan kalian mengeyam pendidikan tinggi-tinggi toh kalian nati akan jadi budak, bahkan juga banyak yang jadi pengangguran. yang jelas mereka juga sudah pernah menjalani mengeyam pendidikan di peruguruan tinggi.

Kita akan bertanya pada mahasishwa jika 1928 lahirlah gerkan yang mampu manjadi sepirit tonggak perjuangan gerakan budi utomo sampai 1998 mahsiswa selalu hadir membawa perubahan. kini saya akan bertanya kalian ada di mana dan berada di posisi yang mana? ataukah kalian memang tak punya sikap layaknya jadi sorang banci yang tak punya nyali?

Saya katakan mahasiwa hari inji harus terus bergerak membawa perubahan yang lebih baik . tugas kalian buakan hanya mengerjakan tugas-tugas dari dosen tapi kalian punya tugas yang sangat bessar karena kelak kalianlah yang akan meminpin negra ini, jika kalian hari ini hanya menjadi mahsiwa yang bisa mengerjakan tugas dosen bersiap-sipalah kalian selama akan jadi budak.  (Sabda Perjuangan)

 
Selanjutnya

Sunday, July 9, 2017

Zaman Sikut-sikutan

Zaman sikut-sikutan siapa yang tidak kuat dia bakanlan kesikut dan dan terpental dari arus kehidupan atau dia bisa bertahan, namun tak mampu memberikan monopoli perlawanan. ia zaman iani memanglah zaman edan

antara benar dan slah serba jadi absurd. semua bisa saja jadi mungkin atau bankan sebaliknya menjadi hal yang sangat mustahil. barang tentu kita sering dengar"siapa kuat dialah yang bisa bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. maknya kita ini disebutnya dengan makluh adaptif.

Konon nenek moyang kita dulu juga suka berpindah-pindah alias bukan menjadi manusia yang Setagnan. ingat tapi yang jelas bukan mahluk homo ia. jagan di slah artikan. jadi wajar jika dalam hidupnya mereka sering berpindah dari satu tempat, ketempat yang lain. maklum dulu mereka masih belum punya rumah untuk bernaung.

jadi ia mereka mencari gua untuk mereka berlindung dari panas dan hujan. bukan berlindung pada yang milik modal dan juragan loh... sehingga mereka bisa menjadi makluk mandiri dan tidak bergantungan. ia mereka hanya bergantung pada tuhan dan alam. sehingga mereka cinta lingkungan nah beda dengan sekrang manusia sudah pada rakus di jual sama perusahan dan pemodal.

sementara itu seudah jelas akan menacam ekosistem kehidupan dan bumi ini jati rentan musibah melanda. rentan pertikaian juga rentan rebut jabatan. eh salah yang benar rentang lonsong banjir yang itu jadi langganan kita setiap musim hijan datang. kenapa hal itu terjadai ia wajar kerena ekosistem sudah tidak setabil Juga baca tulisan saya di Harkatnews.com
Selanjutnya

Zaman Dukun

Zaman perdukunan. zaman ini hanyalah milik para dukun dan tukang begal Begal pajak negara atau dukun yyang bisa membolak balikkan mana yang benar dan mana yang salah semuanya telah bekerja sama untuk menguras uang negara dan uang rakyat.

ia dukun itu telah mampu mamberikan jampe-jampe bagi segenap bangsa ini untuk menidurkar orang hidup dan mendiamkan orang yang sehat. bagai mana tidak semuanya itu telah merekan lakukan untuk berkompromi dengan para pejabat dan para begal di negara ini.

tukang begal semakin langgeng dengan barang yang di begalnya, sementara yang tidak bisa membegal mereka berusaha tuk jadi pembegal baru. sementara dukun itu telah siap dengan segala ilmu kanuragannya untuk membuat orang terlelap.

Barang kali orang sehat bisa semakin sehat. sementara  yang yang lemah semakin lemah di buat tak berdaya oleh para pemberangus negara ini ah ia sudahlah ini sekarang jaman dukun dan para begal besar
 kita juga sering meliahat mereka bersandiwara di pentas negara ini semantara kita sebagai rakyat hanya bisa menyaksikan mereka bersandiwara  Harkatnes.com

Selanjutnya

Saturday, March 18, 2017

Lelap

Lelap

Lelaplah duhai perih pergilah
Rasa yang mendera ini bukan seutas
Tak satu orangpun yang bisa melibas

Luka yang menganga di keningmu
Adalah dentum waktu yang kian menggumpal
Mengeras merajam raga-raga yang letih

Meninggalkan bekas perih yang semakin menggunung
Nan bergemuruh memutar dunia sontak mengeras
Menggupal menerjang sudut-sudut jagat

Ah sudahlah mungkin perih tinggal perih
Luka tinggal luka, kenangan tinggal kengan
Kepergian tinggal kepergian

Saatnya menuggu kedatangan yang baru
Dunia yang baru kisah yang baru dan isak tawa yang baru
Nampak jelas di keningmu


Yogyakarta 18 Maret 2017
Selanjutnya

Friday, March 17, 2017

Populasi dan Efek Domino

Populasi dan Efek Domino

Jika di abad ini XXI kamu sudah tidak bisa memberikan warna, lebih baik memilih untuk mati. biar dunia ini tidak semakin sesak dengan orang yang tak berguna. Begitulah Ucap seorang temen di tempat aku biasa ngopi.

Kata-kata itu terus mengahantuiku dan membuat aku berpikir bahwa harus ada gerakan kesadaran yaang harus di bangun bersama untuk memaksimalkan kapasitas yang kita punya. Karena populasi jumalah manusia semakin banyak jumalahnya tentunya ada resiko yang harus kita tanggung dan beban dunia juga semakin meningkat,

Jumalah penduduk di indonesia merupan jumlah terbesar ke Empat di Dunia. Dalam data Bank Dunia jumlah penduduknya setiap tahun mengalami peningktan 1,2 %\Th. pada tahu 1930 berkisar  60,7 juta jiwa pada tahun 2010 mengalami peningktan yang sangat Fantastis dengan jumlah 237.641.326 jiwa.

tindak kejahtan kemanusian dan lingkungan juga semakin mengalami peningkatan hal ini tentunya bukan berangkat dari ruang kosong yang datang begitu saja. Dari kapasitas tampung dunia ini berjalan dengan tidak terkontrol. Sehingga perlu ada gerakan yang bisa memikirkan kapasitas tampung dunia untuk menanggulangi pertumbuhan yang semakin hari semakin melesat tinggi.

Permaslahan ini harus menjadi perhatian yang serius biar kehidupan di dunia ini tidak cepat musnah. Salah satu efek dari populasi yang semakin tinggi tersebut terjadilah pemansan global (Global Warming) yang semakin hari membuat kita semakin prihatin degan ke adaan Bumi.



Selanjutnya

Problem In Globalisation Era


Problem In globalisation era


many problem in globalisation like humanity,peace, justice, freedom, tolerance,participation and solidarity. The problems arising in an increasingly globalised and interdependent world need global and international approaches to be effective. Climate  change and pollution, for example, do not stop at national borders. International crime and terrorism need international responses.

Global economic problems need globally coordinated solutions. It is clear that individual countries are less effective in tackling their problems when they act on their own than when they coordinate with other countries. They need partnerships and networks to amplify their voice and strengthen their influence.

More and more people disagree with the view that global issues can best be addressed through global approaches. They point to the fact that only small groups of people have reaped the benefits of globalisation Almost everywhere in the world.

Globalisation has been accompanied by growing inequalities and eroding prospects for the middle and lower class. In addition, many feel that theyare subject to global forces that they cannot control and threaten their identities.


Many people have become suspicious of globalisation and have come to view those who argue for economic and political integration as out-of-touch elites which promote their own agenda while neglecting the people’s agenda. As a  consequence, we see a growing emphasis on national identity, sover-eignty, and a renationalisation of policies.

A question in this context is how the obviousneed for international cooperation and joint policy  making can be reconciled with the legitimate desire of many people to own and control policies that affect their daily lives.To explan our problem in globalisation have to study  culture, economic, sosial, politic and identity.



Selanjutnya