Translate

Monday, March 25, 2013

Pemikiran Teologi/Kalam Khawarij II/al- Jaridah, al-Sufri’ah, al-Ibadiah

Pemikiran Teologi/Kalam Khawarij II/al- Jaridah,
al-Sufri’ah, al-Ibadiyah


OLEH: M.ADI
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yogyakarta
Fakultas Usuluddin Agidah dan Filsafa
A.Pendahuluan
Bukti sejarah mengatakan ketika Nabi Muhammad SAW. masih hidup, umat Islam dalam keadaan damai dan tenang. Hal itu dikarenakan pada masa itu segala persoalan, perbedaan pendapat, dan perselisihan yang terjadi dalam tubuh umat Islam dapat di atasi dan diselesaikan Nabi sendiri melalui wahyu,ijtihad dan permusyawaratan dengan para sahabat. Permasalahan umat Islam muncul setelah Nabi Muhammad SAW. wafat.

Permasalahan yang dihadapi adalah masalah yang tak pernah timbul di zaman Nabi masih hidup dan masalahnya tidak pula dijumpai cara penyelesaiannya dalam al-Qur’an dan hadits. Masalah yang pertama sekali muncul adalah soal politik (khalifah), yakni siapakah yang akan mengganti Nabi sebagai pemimpin negara yang telah terbentuk itu. Oleh karena tidak adanya ayat atau hadits yang tegas dan absolut mengenai soal khalifah ini, maka timbullah perbedaan pendapat dikalangan umat Islam.
Semakin hari perbedaan pendapat dalam soal politik di atas meningkat, mengkerucut menjadi persoalan theologi. Dikarenakan umat Islam ingin meninjau hubungan dan dampaknya dari segi theologis. Dari permasalahan di atas muncullah persoalan mengenai iman, kufur, mukmin, muslim, fasik, munafik, dan masalah pelaku dosa besar, Yang menimbulkan beberapa aliran dan pemikiran dalam Islam. Di antaranya adalah aliran Khawarij
B.Khawarij
Sebelum kami memmbahas aliran hawrij II perlu kiranya kita sedikit mengupas tentang aliran hawarij itu sendiri. Aliran Khawarij adalah orang keluar dari kelopook ali aliran ini muncul bersamaan dengan aliran Syi’ah. Masing-masing muncul sebagai sebuah aliran pada masa pemerintahan Khalifah ‘Ali ibn Abi Thalib. Aliran Khawarij untuk pertama kali muncul di kalangan tentara ‘Ali ketika peperangan memuncak antara pasukan ‘Ali dan pasukan Mu’awiyah. Ketika merasa terdesak oleh pasukan ‘Ali, Mu’awiyah merencanakan untuk mundur, tetapi kemudian terbantu dengan munculnya pemikiran untuk melakukan tahkim. Peperangan ini erat kaitannya dengan dilema pelantikan atau pengangkatan ‘Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Seperti diketahui bahwa dalam pengangkatan ‘Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah tidaklah semulus pengangkatan tiga khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq, ‘Umar bin Khattab, dan ‘Utsman bin Affan, tetapi mendapat tentangan dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang menentang itu, yang termashur di antaranya, datang dari kelompok Thalhah (bersama Zubeir dan Aisyah), dan Mu’awiyah. Tantangan dari Thalhah dengan cepat dapat diatasi oleh ‘Ali tanpa berbuntut panjang. Thalhah dan Zubeir mati terbunuh, sedangkan Aisyah sendiri berhasil ditawan dan dipulangkan kembali ke Mekah. Sebaliknya, tantangan dari Mu’awiyah, sekalipun dapat diatasi dengan cepat pula oleh ‘Ali melalui sebuah pertempuran di Shiffin, namun ternyata mendatangkan buntut panjang dan serius.
Pertempuran antara ‘Ali dengan Mu’awiyah tidak habis di Shiffin saja, tetapi berlanjut pada proses tahkim yang kontroversial, atau lebih dikenal dengan peristiwa Arbitrase. Proses arbitrase yang kontroversial inilah yang memicu munculnya kelompok Khawarij, yaitu kelompok umat Islam yang keluar dari barisan ‘Ali yang kecewa dengan keputusan sidang. Pendapat lain mengatakan, ‘Ali memutuskan untuk menerima keputusan tahkim dari Mu’awiyah karena dipaksakan oleh sekelompok orang yang keluar dan memaksa ‘Ali untuk menerima tahkim. Kedua belah pihak sepakat untuk mengangkat seorang hakam dari masing-masing. Mu’awiyah memilih ‘Amr ibn al-‘Ash. Sementara itu, ‘Ali pada mulanya hendak mengangkat ‘Abdullah ibn’ Abbas, tetapi atas desakan pasukannya yang keluar itu, akhirnya mengangkat Abu Musa al-‘Asy’ari. Upaya tahkim akhirnya berakhir dengan suatu keputusan, yaitu menurunkan ‘Ali dari jabatan khalifah dan mengukuhkan Mu’awiyah menjadi penggantinya. Hasil tahkim ini lebih menguntungkan para pendukung pemberontak yang dipimpin Mu’awiyah.
Namun bekangan ini kelompok yang semula memaksa ‘Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk orang yang menjadi hakim atas pilihan mereka itu, belakangan memandang perbuatan tahkim sebagai kejahatan besar. Kemudian mereka menuntut ‘Ali agar segera bertaubat kerena dipandang telah berbuat dosa besar. Menurut mereka, ‘Ali yang menyetujui untuk ber-tahkim berarti telah menjadi kafir, sebagaimana mereka juga telah menjadi kafir, tetapi kemudian bertaubat. Pandangan kelompok ini kemudian diikuti oleh orang-orang Arab pegunungan. Semboyan mereka yang terkenal adalah, “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah”. Mereka kemudian memerangi ‘Ali, setelah terlebih dahulu berdialog dengan ‘Ali, kemudian mengukuhkan pendapatnya.
Makalah yang akan akami bahas pada kesempatan ini adalh aliran hawarij. Dimana kelopok khawarij ini sudah tdak seekterim paham Khawarij I. Yakni Paham mereka tidak seekstrem paham al-Zariqah. Bagi mereka orang yang tidak secara aktif mendukung mereka tidaklah dianggap kafir, tetapi hanya sekedar munafik. Mereka memberikan wewenang kepada anggotanya untuk hidup di wilayah lain, sekalipun di luar wilayah kekuasaan Khawarij. Mereka membolehkan anggotanya untuk melakukan taqiyah (yaitu suatu sikap yang menyembunyikan pandangan ke-Najdahannya).
C. Sekte-Sekte Aliran Hawarij II
1. Al-Jaridah
Kebanyakan Golongan ini adalah pengikut Abd. Karim Bin Ajrad yang sekelompok dengan ’Atiah bin Al-Aswad. Dimana pada awalnya mereka adalah golongan Al-Najdah, sehingga pemikiran Al-Jaridah serupa dengan pemikiran Al-Najdah. Diantara pemikiran Al-Jaridah yang spesifik adalah tentang masalah anak kecil harus bebas dari seruan kepada Islam, kecuali setelah ia baligh. Dan bagi orang musyrik tetap berada didalam neraka  bersama orang tuanya. Diantara prinsip mereka adalah Hijrah hanya merupakan keutamaan bukan kewajiban. Orang-orang yang melakukan dosa besar tetap kafir dan tidak boleh mengambil harta rampasan perang, tidak boleh membunuh pihak musuh yang tidak ikut berperang.
Namun, Al-Jaridah masih bersikap lunak terhadap kewajiban berhijrah karena hijrah itu hanya merupakan suatu kewajiban saja. Dan pengikut Al-Jaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka, artinya mereka tidak dianggap kafir. Selanjutnya kaum Al-Jaridah ini mempunyai faham puritanisme. Menurut mereka Al-Quran sebagai kitab suci tidak mungkin mengandung cerita cinta sebagaimana yang diyakini golongan lain, sehingga mereka tidak meyakini surat Yusuf sebagai bagian dari Al-Qur`an.
2. Al-Sufriah
Gerakan golongan ini dipinpin oleh Ziad Ibn Al-Asfar. Dimana golongan ini terkenal dengan gerakan evolusi praktis dalam pemikiran Khawarij. Sebagaimana yang dikatakan oleh  Mahmud Abdurrazaq dalam bukunya ”Al-Khawarij fi biladil Magrib” bahwa keyakinan golongan Sufriyah atau Syafariyah bahwa mereka tidak berlebihan dalam bersikap yang hanya justru menyebabkan perpecahan dikalangan Khawarij seperti yang terjadi sebelumnya. Mereka tetap melakukan hukum rajam bagi pezina, tidak membunuh anak-anak orang musyrik serta tidak mengkafirkan seperti pendapat golongan Azariqah. Mereka juga membolehkan Taqiah, tetapi hanya dalam perkataan, bukan perbuatan.
3. Al- Ibadiyah
Sedangkan Golongan Al-Ibadah ini adalah pengikut Abdullah Bin Ibadh At-Tamimy. Ia hidup pada pertengahan kedua abad I Hijriyah. Mereka lebih dekat kepada golongan Islam dari pada golongan Khawarij. Pendapat-pendapat mereka lebih solider dari pada kelompok Khawarij yang lain. Pada tahun 686 M, mereka memisahkan diri dari golongan Al-Zariqah. Faham moderat mereka dapat dilihat di ajaran-ajarannya sebagai berikut :
1. Orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik tetapi kafir. Maka orang Islam yand demikian boleh melakukan perkawinan dengan orang Islam lain, dan hubungan warisan, shahadat mereka dapat diterima dan membunuh mereka adalah haram.
2.Daerah Orang Islam yang tak sefaham dengan mereka adalah kafir
3. ”Dar Tawhid” yakni daerah yang meng Esakan Tuhan, kecuali camp pemerintah. Mereka boleh diperangi karena menurut mereka camp pemerintah adalah daerah orang kafir.
4.  Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah muwahid, orang yang meng Esakan Tuhan tetapi bukan mukmin, dan kalaupun mereka kafir tetapi hanya kafir ni’mah dan bukan kafir rullah.
5. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata, harta seperti  emas dan perak harus dikembalikan kepada yang punya kecuali bila dia sudah mati.
Kemudian pendapat golongan Ibadiah yang terpenting adalah bahwa semua yang di wajibkan Allah terhadap makhluknya merupakan gambaran dari iman. Iman harus mencakup sisi awal yang merupakan bagian dari iman. Namun mereka tidak memberikan kejelasan tentang masalah kedudukan anak orang musyrik. Menurutnya mereka boleh saja disiksa atau boleh juga masuk syurga.
D. Ajaran Pokok Khawarij
Diantara ajaran pokok Khawarij berkisar tentang masalah kekhalifahan atau politik ketatanegaraan, dosa besar, kafir dan amal perbuatan umat Islam antara lain:
1.Khalifah tidak mesti berasal dari suku Quraisy, siapa saja yang mapunyai kapasitas untuk menjadi khalifah  dan bisa berlaku adil dapat dipilih, apabila tidak mampu wajib dijatuhkan. Dan khalifah tidak bersifat turun temurun. Pendapat ini akhirnya dianut oleh Ahli Sunnah.
2.Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir. Dosa besar yang dimaksud kaum Khawarij adalah orang yang bertahkim tidak dengan Al-qur`an, berzina dan memakan harta anak yatim tidak sefaham dengan mereka dinyatakan kafir.
3.Untuk menentukan kafir atau tidaknya seorang muslim tergantung pada amal perbuatannya. Sungguhpun seseorang telah bersahadat, tetapi melanggar ketentuan agama maka dihukum kafir.
E. Ciri-ciri Perdebatan Khawarij
Merupakan ciri dalam perdebatan dan ucapan mereka terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
a. Fasih dan lancar berbicara, serta mengusai metode penyajian. Mereka adalah orang-orang yang tegar, tidak gentar menghadapi lawan dan tidak terhalang oleh pikiran yang sempit.
b. Kelompok ini berusaha mempelajari al-Qur’an dan Sunnah, serta memahami hadits dan tradisi Arab dengan tekun, penjelasan yang terang, dan semangat yang tinggi.
c. Mereka menyenangi perdebatan dan diskusi tentang sya’ir dan ungkapan-ungkapan Arab. Mereka suka berdiskusi dengan lawan walaupun sedang dalam masa perang.
d. Perdebatan mereka diliputi fanatismi. Penganut paham Khawarij tidak akan menerima dan mengakui pendapat lawan debat mereka walaupun pendapat itu dekat kepada kebenaran atau kebenaran yang terkandung di dalamnya sangat jelas. Sebaliknya, kuatnya argumentasi yang dikemukakan lawan mereka semakin memantapkan keyakinan yang mereka anut, karena mereka akan berusaha mencari dalil yang dapat mendukung pendapat mereka. Hal itu terjadi karena pemikiran aliran Khawarij yang menyimpang itu sudah menguasai jiwa, hati, alur berpikir, dan seluruh benak mereka.
Di samping itu mereka sangat senang bermusuhan, sesuai dengan watak pegunungan mereka.
e. Kaum Khawarij senantiasa berpegang pada makna lahir al-Qur’an tanpa mau mengkaji maksud, tujuan, dan konteks nash. Kapan pun menemukan makna lahir nash, mereka akan berhenti disitu tanpa mau bergerak sedikit pun. Dengan menggunakan makna lahir nash, mereka menolak tuduhan-tuduhan kejahatan yang mereka lakukan.
3. Ajaran-ajaran Khawarij. Pada umumnya ajaran-ajaran Khawarij yang menonjol dalam sejarah pemikiran Islam adalah di bidang theologi Islam dan di bidang politik.
a. Ajaran-ajaran Khawarij di Bidang Theologi Islam. Ajaran-ajaran Khawarij di bidang ini pada umumnya berkisar pada soal iman, kufur, dan persoalan dosa besar. Konsep iman menurut mereka merupakan kebalikan konsep iman menurut aliran Murji’ah. Kalau konsep iman menurut aliran Murji’ah hanya mengangkut soal kebenaran hati (al-tashdiq bi al-qalb), maka konsep iman menurut Khawarij ditekankan pada amal di samping al-tashdiq.
Pendapat Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar tidak orang Islam lagi, akan tetapi keluar dari Islam dan menjadi kafir, murtad, dan wajib dijatuhi hukuman mati, karena konsep iman menurut mereka meliputi amal, bahkan amal itulah yang pokok dari iman, rusaknya amal menyebabkan rusaknya iman. Kalau iman sudah rusak oleh perbuatan dosa besar maka orang tersebut keluar dari Islam serta menjadi kafir dan murtad. Sebagian sekte Khawarij ada yang berpendapat bahwa dosa kecil yang dilakukan terus menerus akan menjadi dosa besar dan pelakunya dapat dipandang keluar dari Islam.
b. Ajaran-ajaran Khawarij di Bidang Politik Ajaran khawarij yang menonjol di bidang politik berkenaan dengan pemilihan kepala negara (khalifah) yang bersifat demokratis. Menurut mereka jabatan khalifah adalah hak bagi setiap muslim yang memenuhi syarat. Jabatan tersebut tidak mesti dari keluarga keturunan Nabi Muhammad apalagi dari suku Quraisy, akan tetapi siapa saja dari orang Islam walaupun bukan Arab, ia berhak menjadi khalifah.
F.Kesimpulan
Demikianlah gambaran tentang aliran atau sekte Khawarij II . Ada yang menarik berkaitan perbedaan antara Khawarij I dan Khawarij II. Kalau Khawarij I ajaran lebih ektrims dan kaku dalam memandang hukum dan pelaku dosa beasar, lebih menekankan pemikiran pada masalah siapa dari orang Islam yang sudah menjadi kafir atau yang sudah keluar dari Islam, Sedangkang pada masa khwarij II orang khwarij sendiri telah telah memliki pandangan  yang luas dalam menyikapi masalah tidak sama pada masa munculnya khawarij pertama.


 DAFTAR PUSTAKA

Rohman, Fazlur, Islam, terjemah Indonesia oleh Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung, 1984
Abu al-A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, terjemahan Muhammad al-Baqir, Mizan, Bandung, 1996 (cet.VI
An- Najjar, Amir,  Al- Khawarij, Aqidatan , Fikratan, wa Falsafatan, Terj.
                             Khattur, Suhardi, Solo: CV.Pustaka Mantiq, 1992
Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Al- Husna Zikra,  1995
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
                            Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986
Watt,W.Montgomery,  Islamic Theology and Fhilosofy, Terj. Umar Basalim,
                           Jakarta:Perhimpunan Pengembangan Pesanteren dan  Masyarakat P3M,1987
Ya`kub, Tasman, Perkembangan Pemikiran Islam, Padang: IAIN IB Press, 2004
Zar, Sirajuddin, Teologi Islam Aliran dan Ajarannya, Padang: IAIN IB  Press, 2003

Load disqus comments

0 komentar